Betapa
bahagianya Pak
Joni saat itu, ketika seorang bayi laki-laki dilahirkan dari perut istrinya.
Walau pun Ibu Tia sudah bersusah payah
melahirkan anaknya itu dengan operasi sesar, tetapi ia tetap bersyukur karena
anaknya lahir dengan berat badan 3,5 kg dan panjang 57 cm. Segera sang bayi itu
dibersihkan oleh suster di rumah sakit bersalin “Cinta Bunda”. Setelah dibersihkan,
bayi itu disimpan disamping ibunya. Pak Joni segera mengambil kamera
digitalnya, seakan ia tak mau ketinggalan saat-saat bahagia ini dengan cara
photo bersama dengan istri dan anaknya yang baru lahir. Tetapi pak Joni ingat
akan Pita yang saat itu sedang tidak bersama mereka. Sengaja ayah menyuruh Pita
untuk menunggu di rumah bersama pengasuhnya. Sehingga membuat Pak Joni ingin segera pulang ke
rumah. Tetapi pihak rumah sakit belum mengizinkan bu Tia untuk pulang, karena
masih harus dirawat 3
hari lagi. Setelah dirawat selama 3 hari lagi, barulah bu Tia boleh pulang.
3
hari kemudian, sore itu Pita yang sedang asyik menonton tv tiba-tiba mendengar
suara mesin mobil yang hendak berhenti. Dalam hatinya ia berharap itu mobil
yang membawa ibu, ayah dan adik barunya dari rumah sakit. Perasaannya itu
semakin nampak, ketika terdengar suara pintu mobil yang ditutup persis di depan
rumahnya.
“Bluk...bluk..bluk..” suara pintu mobil semakin
terdengar jelas.
Dengan bergegas Pita membuka pintu rumah.
“ Yeeehhh…..Ibu pulang bawa dede bayi
untukku. Bu, bayinya laki-laki atau perempuan ?? sudah diberikan nama apa
belum, Bu ??” dengan polos Pita bertanya pada ibunya yang masih terlihat lemas.
Maklumlah Pita seperti itu, bertanya disaat ibunya yang masih terlihat lemas.
Karena Pita baru berumur 5 tahun.
Melihat kondisi istrinya yang masih lemas, ayah
langsung menjawab pertanyaan dari anaknya itu, “ Alhamdulillah, Nak. Bayinya
laki-laki dan belum diberikan nama. Mungkin kamu bisa memberikan nama untuk
adik barumu ini. Sekarang kita masuk ke dalam rumah. Biarkan ibumu beristirahat
dulu. Tuh lihat wajah ibumu terlihat sayu sekali. Tetapi walau begitu tetap
saja cantik.” Ayah sedikit menggombal.
“Hahahhaha...ayah kalau masalah menggombal
memang rajanya. Ok deh, nanti akan aku carikan nama yang keren untuk adik baruku
yang lucu dan tampan ini.” Sambil mengelus lembut kepala adiknya.
Ibu hanya tersenyum manis melihat lelucon yang
dibuat oleh suami dan anaknya.
Keesokan
harinya, para tetangga berdatangan ke rumah bu Tia untuk melihat dan memberikan
ucapan selamat atas kelahiran bayinya. Tidak hanya dari tetangganya saja,
sahabat-sahabat bu Tia yang berada di luar kecamatan pun datang ke rumah bu
Tia.
Pita yang sedang mengutak-atik nama untuk adik
barunya itu terlihat kebingungan, karena ada 2 pilihan nama.
“Yuda Purnama atau Ajat Sudrajat ?? Yuda
Purnama, Ajat Sudrajat, Yuda Purnama, Ajat Sudrajat ?? aduuhh nama yang keren
yang mana ya ?? Pita kebingungan sambil menghitung kancing bajunya yang sedang
ia pakai.
“Ahhaa, Yuda Purnama nama yang keren untuk
adikku yang lucu dan tampan.” Pita yang tidak tahu arti dari pemberian namanya
tersebut, memutuskan untuk memberikan nama Yuda Purnama untuk adik barunya.
Bergegas Pita menghampiri ibunya yang sedang
berbincang-bincang dengan sahabat-sahabatnya.
“Ibu, ibu..aku sudah menemukan nama untuk dede
bayi.”
“Memangnya apa ?” tanya ibu penasaran.
Yuda Purnama, bagus kan ?” jawab Pita
meyakinkan.
“Waah, bagus itu. Memangnya Yuda Purnama itu
artinya apa ?” tanya ibu.
“Hmm, tidak ada artinya sih, Bu. Hanya bagus
saja didengarnya. Heheh.” Jawab Pita polos.
“Kamu ya ko aneh. Tetapi tidak apa-apa,
pemberian namamu ibu terima.”
Akhirnya bayi itu diberikan nama dengan nama
Yuda Purnama.
Tetapi
beberapa bulan kedepan Yuda Purnama mengalami sakit-sakitan dan beberapa kali
harus dirawat di rumah sakit. Kebahagiaan Pita serta ibu dan ayahnya semakin
pudar, ketika mengetahui ada kelainan pada Yuda. Kondisi Yuda pun selalu lemas
dan tak berdaya. Kondisi ini membuat keluarganya khawatir termasuk Pita yang
selalu mengharapkan adiknya untuk sembuh. Entah penyakit apa yang diderita oleh
adiknya, yang terpenting Pita tidak mau terjadi hal-hal yang tidak diinginkan
terjadi pada adiknya.
3
tahun kemudian, kondisi Yuda semakin parah. Di umurnya yang sudah menginjak
umur 3 tahun, Yuda belum juga bisa berjalan dan berbicara. Setelah 1 tahun
kemudian barulah Yuda bisa berjalan tetapi masih belum bisa berbicara. Sungguh
sangat prihatin kondisi Yuda saat itu. Pita yang masih duduk dibangku kelas 2
SD belum begitu memahami dengan kondisi yang sedang dialami oleh adiknya.
Menginjak
pada usia remaja, Pita sudah mulai memahami kondisi adiknya. Terkadang ia
menangis melihat Yuda yang tumbuh tidak seperti anak seusianya dan terkadang
pula ia malu mengajak teman-temannya untuk singgah atau sekedar bermain di rumahnya,
karena takut teman-temannya itu malah menghina adiknya.
Dengan
kondisi Yuda yang seperti itu, ibu selalu mengunci pintu pagar rumah agar Yuda
tidak kabur. Karena sekalinya kabur dari rumah Yuda selalu ke rumah tetangga
dan mengobrak-abrik barang-barang yang ada di rumah tersebut. Makanya ibu tidak
mau sampai tetangganya marah karena ulah yang dibuat oleh Yuda. Bukannya ibu
tega karena selalu mengurung Yuda di dalam rumah. Tetapi ini semua dilakukannya
demi kebaikan Yuda sendiri.
Melihat
Yuda yang selalu dikurung di dalam rumah tanpa mengenal dunia luar, Pita
sesekali mengajak adiknya ke tanah lapang yang berada di belakang rumah
neneknya untuk bermain bola. Yuda memang suka sekali bermain bola, ya meskipun
tidak sehebat CR7 atau Cristian Ronaldo. Tetapi ia seperti memang yang sudah
handal bermain bola. Buktinya saja, Yuda selalu ke tengah lapangan ketika ada
pertandingan sepak bola dilingkungan rumahnya. Hebat kan ??
Pita sangat senang sekali melihat Yuda yang
leluasa bermain seperti itu tidak seperti di dalam rumah yang selalu berdiri di
dekat pagar dan melempar-lemparkan sandal ke luar rumah. Orang yang lewat di depan rumah pun ia lempari dengan
sandal. Ya hanya seperti itulah keseharian Yuda kalau berada di dalam rumah. Yuda
memang tidak dapat berbuat apa-apa.
Pada
umur 9 tahun Yuda disekolahkan oleh ibu di SLB. Tetapi hanya bertahan 1 tahun,
Yuda sudah tidak lagi sekolah di SLB karena pengasuh Yuda meminta keluar dari
pekerjaan ini. Yuda memang harus selalu diawasi kemanapun ia pergi. Padahal
saat Yuda bersekolah di SLB, Yuda mengalami sedikit perubahan yaitu tidak mudah
marah. Kalau ia marah bisa melempar-lemparkan semua barang-barang yang ada di
sekitarnya.
Ayah
dan ibu mencari pengasuh untuk Yuda lagi. Karena ayah dan ibu tidak bisa
menjaga Yuda saat pagi sampai siang hari karena mereka harus bekerja, sedangkan
Pita mesti sekolah. Jadi ayah dan ibu memutuskan untuk mencari pengasuh untuk
Yuda. Alhamdulillah ayah dan ibu menemukan pengasuh yang baru. Tetapi setelah
ia bekerja selama 7 hari, ia mengeluarkan diri dari pekerjaannya menjaga Yuda.
Ayah dan ibu mencari lagi pengasuh. Tetapi belum juga seminggu ia mengeluarkan
diri. Ya seperti itulah para pengasuh yang pernah merasakan bagaimana menjaga
Yuda. Mereka kebanyakan tidak sanggup untuk menjaga Yuda yang tidak seperti
anak lainnya yang normal.
Pita
yang sedang labil-labilnya saat itu, merasa sangat tertekan dengan kondisi yang
dialami oleh adiknya. Sering ia marah kepada adiknya, tetapi terkadang ia
menangis dan prihatin melihat kondisi Yuda. Ketika ia sedang berjalan dengan
adiknya, tidak sedikit orang yang mencemoohkan mereka. Orang-orang yang melihat
Yuda seakan melihat monster. Dalam hati Pita menangis dan berkata, “adikku
manusia bukan monster yang selalu ditakuti oleh semua orang.”
Pita selalu marah-marah kepada dirinya sendiri,
“mereka yang menghina adikku tidak punya hati. Coba kalau mereka berada di
posisi aku sebagai kakak dari orang yang tidak normal, mungkin mereka juga
sangat sakit hati mendengar dan melihat adiknya dihina-hina seperti itu. Sama
halnya dengan aku. Aku sangat terpukul. Aku benci mereka yang sudah menghina
adikku !!”
Kini
usia Yuda sudah 12 tahun, tetapi tetap saja tidak ada perubahan dari dalam
dirinya, malahan semakin menambah parah. Pita seakan ingin mencari jalan keluar
dari semua masalah yang dihadapinya. Selain ia sering berdo’a kepada Allah agar
adiknya dapat hidup secara normal seperti anak seusianya. Yang nantinya dapat
bermain di luar bersama teman-temannya, yang dapat sekolah di sekolahan yang
normal, hingga mencapai kesuksesannya kelak. Pita juga mencoba untuk
mengeluarkan unek-uneknya dengan cara berbicara kepada ayah dan ibunya.
Pita
keluar dari kamarnya, dan melihat ayah serta ibu sedang mengobrol. Pita
mengatur nafas agar pembicaraannya dimengerti oleh ayah dan ibunya. Setelah
dirasanya tenang, Pita pelan-pelan mulai berbicara kepada mereka.
“Yah, ibu, kenapa tidak pindah rumah saja ke
tempat yang lebih cocok untuk anak seperti Yuda. Di lingkungan ini terlalu
banyak orang yang tidak memaklumi dengan keadaan Yuda. Banyak tetangga yang
tidak suka dengan Yuda. Sakit sekali rasanya ketika anak-anak kecil seusianya
menghina-hina Yuda. Mungkin dengan pindah rumah dapat sedikit merubah perilaku
Yuda.” ujar Pita sambil menahan air mata yang hendak jatuh.
“Ayah mengerti dengan perasaanmu, Nak. Tetapi
pindah rumah itu tidak mudah. Yang terpenting sekarang kamu harus sabar, ini
adalah ujian dari Allah.” Jawab ayah.
Pita tidak setuju, mendengar jawaban dari
ayahnya yang seperti itu. Sambil menangis Pita pun memutuskan meninggalkan ayah
dan ibunya kemudian Pita kembali ke kamarnya.
Dalam dekapan boneka dan air mata yang
berjatuhan dari mata Pita, ia berkata “ayah selalu saja begitu. Mengatakan ini
adalah ujian, tetapi tidak ada usaha dari ayah untuk keluar dari masalah ini.
Bagaimana bisa sembuh bila Yuda terus didiamkan saja tanpa ada terapi untuk
penyembuhan Yuda.”
Dari
situlah Pita menyerah dan Pita hanya pasrah kepada Allah. “Biarkan orang-orang
di luar sana menghina dengan keadaanmu, dik. Tapi kakak akan terus mendukung
kamu, kakak akan menjagamu, menghiburmu, dan menemanimu saat kamu bosan dengan kehidupanmu
yang sekarang kamu jalani. Kakak sayang kamu, dik.” :*