Senin, 12 Desember 2011

cerpen (Katanya Ini Adalah Ujian)


Betapa bahagianya Pak Joni saat itu, ketika seorang bayi laki-laki dilahirkan dari perut istrinya. Walau pun Ibu Tia sudah bersusah payah melahirkan anaknya itu dengan operasi sesar, tetapi ia tetap bersyukur karena anaknya lahir dengan berat badan 3,5 kg dan panjang 57 cm. Segera sang bayi itu dibersihkan oleh suster di rumah sakit bersalin “Cinta Bunda”. Setelah dibersihkan, bayi itu disimpan disamping ibunya. Pak Joni segera mengambil kamera digitalnya, seakan ia tak mau ketinggalan saat-saat bahagia ini dengan cara photo bersama dengan istri dan anaknya yang baru lahir. Tetapi pak Joni ingat akan Pita yang saat itu sedang tidak bersama mereka. Sengaja ayah menyuruh Pita untuk menunggu di rumah bersama pengasuhnya. Sehingga membuat Pak Joni ingin segera pulang ke rumah. Tetapi pihak rumah sakit belum mengizinkan bu Tia untuk pulang, karena masih harus dirawat 3 hari lagi. Setelah dirawat selama 3 hari lagi, barulah bu Tia boleh pulang.
            3 hari kemudian, sore itu Pita yang sedang asyik menonton tv tiba-tiba mendengar suara mesin mobil yang hendak berhenti. Dalam hatinya ia berharap itu mobil yang membawa ibu, ayah dan adik barunya dari rumah sakit. Perasaannya itu semakin nampak, ketika terdengar suara pintu mobil yang ditutup persis di depan rumahnya.
“Bluk...bluk..bluk..” suara pintu mobil semakin terdengar jelas.
Dengan bergegas Pita membuka pintu rumah.
“ Yeeehhh…..Ibu pulang bawa dede bayi untukku. Bu, bayinya laki-laki atau perempuan ?? sudah diberikan nama apa belum, Bu ??” dengan polos Pita bertanya pada ibunya yang masih terlihat lemas. Maklumlah Pita seperti itu, bertanya disaat ibunya yang masih terlihat lemas. Karena Pita baru berumur  5 tahun.
Melihat kondisi istrinya yang masih lemas, ayah langsung menjawab pertanyaan dari anaknya itu, “ Alhamdulillah, Nak. Bayinya laki-laki dan belum diberikan nama. Mungkin kamu bisa memberikan nama untuk adik barumu ini. Sekarang kita masuk ke dalam rumah. Biarkan ibumu beristirahat dulu. Tuh lihat wajah ibumu terlihat sayu sekali. Tetapi walau begitu tetap saja cantik.” Ayah sedikit menggombal.
“Hahahhaha...ayah kalau masalah menggombal memang rajanya. Ok deh, nanti akan aku carikan nama yang keren untuk adik baruku yang lucu dan tampan ini.” Sambil mengelus lembut kepala adiknya.
Ibu hanya tersenyum manis melihat lelucon yang dibuat oleh suami dan anaknya.
            Keesokan harinya, para tetangga berdatangan ke rumah bu Tia untuk melihat dan memberikan ucapan selamat atas kelahiran bayinya. Tidak hanya dari tetangganya saja, sahabat-sahabat bu Tia yang berada di luar kecamatan pun datang ke rumah bu Tia.
Pita yang sedang mengutak-atik nama untuk adik barunya itu terlihat kebingungan, karena ada 2 pilihan nama.
“Yuda Purnama atau Ajat Sudrajat ?? Yuda Purnama, Ajat Sudrajat, Yuda Purnama, Ajat Sudrajat ?? aduuhh nama yang keren yang mana ya ?? Pita kebingungan sambil menghitung kancing bajunya yang sedang ia pakai.
“Ahhaa, Yuda Purnama nama yang keren untuk adikku yang lucu dan tampan.” Pita yang tidak tahu arti dari pemberian namanya tersebut, memutuskan untuk memberikan nama Yuda Purnama untuk adik barunya.
Bergegas Pita menghampiri ibunya yang sedang berbincang-bincang dengan sahabat-sahabatnya.
“Ibu, ibu..aku sudah menemukan nama untuk dede bayi.”
“Memangnya apa ?” tanya ibu penasaran.
Yuda Purnama, bagus kan ?” jawab Pita meyakinkan.
“Waah, bagus itu. Memangnya Yuda Purnama itu artinya apa ?” tanya ibu.
“Hmm, tidak ada artinya sih, Bu. Hanya bagus saja didengarnya. Heheh.” Jawab Pita polos.
“Kamu ya ko aneh. Tetapi tidak apa-apa, pemberian namamu ibu terima.”
Akhirnya bayi itu diberikan nama dengan nama Yuda Purnama.
            Tetapi beberapa bulan kedepan Yuda Purnama mengalami sakit-sakitan dan beberapa kali harus dirawat di rumah sakit. Kebahagiaan Pita serta ibu dan ayahnya semakin pudar, ketika mengetahui ada kelainan pada Yuda. Kondisi Yuda pun selalu lemas dan tak berdaya. Kondisi ini membuat keluarganya khawatir termasuk Pita yang selalu mengharapkan adiknya untuk sembuh. Entah penyakit apa yang diderita oleh adiknya, yang terpenting Pita tidak mau terjadi hal-hal yang tidak diinginkan terjadi pada adiknya.
            3 tahun kemudian, kondisi Yuda semakin parah. Di umurnya yang sudah menginjak umur 3 tahun, Yuda belum juga bisa berjalan dan berbicara. Setelah 1 tahun kemudian barulah Yuda bisa berjalan tetapi masih belum bisa berbicara. Sungguh sangat prihatin kondisi Yuda saat itu. Pita yang masih duduk dibangku kelas 2 SD belum begitu memahami dengan kondisi yang sedang dialami oleh adiknya.
            Menginjak pada usia remaja, Pita sudah mulai memahami kondisi adiknya. Terkadang ia menangis melihat Yuda yang tumbuh tidak seperti anak seusianya dan terkadang pula ia malu mengajak teman-temannya untuk singgah atau sekedar bermain di rumahnya, karena takut teman-temannya itu malah menghina adiknya.
            Dengan kondisi Yuda yang seperti itu, ibu selalu mengunci pintu pagar rumah agar Yuda tidak kabur. Karena sekalinya kabur dari rumah Yuda selalu ke rumah tetangga dan mengobrak-abrik barang-barang yang ada di rumah tersebut. Makanya ibu tidak mau sampai tetangganya marah karena ulah yang dibuat oleh Yuda. Bukannya ibu tega karena selalu mengurung Yuda di dalam rumah. Tetapi ini semua dilakukannya demi kebaikan Yuda sendiri.
            Melihat Yuda yang selalu dikurung di dalam rumah tanpa mengenal dunia luar, Pita sesekali mengajak adiknya ke tanah lapang yang berada di belakang rumah neneknya untuk bermain bola. Yuda memang suka sekali bermain bola, ya meskipun tidak sehebat CR7 atau Cristian Ronaldo. Tetapi ia seperti memang yang sudah handal bermain bola. Buktinya saja, Yuda selalu ke tengah lapangan ketika ada pertandingan sepak bola dilingkungan rumahnya. Hebat kan ??
Pita sangat senang sekali melihat Yuda yang leluasa bermain seperti itu tidak seperti di dalam rumah yang selalu berdiri di dekat pagar dan melempar-lemparkan sandal ke luar rumah. Orang yang  lewat di depan rumah pun ia lempari dengan sandal. Ya hanya seperti itulah keseharian Yuda kalau berada di dalam rumah. Yuda memang tidak dapat berbuat apa-apa.
            Pada umur 9 tahun Yuda disekolahkan oleh ibu di SLB. Tetapi hanya bertahan 1 tahun, Yuda sudah tidak lagi sekolah di SLB karena pengasuh Yuda meminta keluar dari pekerjaan ini. Yuda memang harus selalu diawasi kemanapun ia pergi. Padahal saat Yuda bersekolah di SLB, Yuda mengalami sedikit perubahan yaitu tidak mudah marah. Kalau ia marah bisa melempar-lemparkan semua barang-barang yang ada di sekitarnya.
            Ayah dan ibu mencari pengasuh untuk Yuda lagi. Karena ayah dan ibu tidak bisa menjaga Yuda saat pagi sampai siang hari karena mereka harus bekerja, sedangkan Pita mesti sekolah. Jadi ayah dan ibu memutuskan untuk mencari pengasuh untuk Yuda. Alhamdulillah ayah dan ibu menemukan pengasuh yang baru. Tetapi setelah ia bekerja selama 7 hari, ia mengeluarkan diri dari pekerjaannya menjaga Yuda. Ayah dan ibu mencari lagi pengasuh. Tetapi belum juga seminggu ia mengeluarkan diri. Ya seperti itulah para pengasuh yang pernah merasakan bagaimana menjaga Yuda. Mereka kebanyakan tidak sanggup untuk menjaga Yuda yang tidak seperti anak lainnya yang normal.
            Pita yang sedang labil-labilnya saat itu, merasa sangat tertekan dengan kondisi yang dialami oleh adiknya. Sering ia marah kepada adiknya, tetapi terkadang ia menangis dan prihatin melihat kondisi Yuda. Ketika ia sedang berjalan dengan adiknya, tidak sedikit orang yang mencemoohkan mereka. Orang-orang yang melihat Yuda seakan melihat monster. Dalam hati Pita menangis dan berkata, “adikku manusia bukan monster yang selalu ditakuti oleh semua orang.”
Pita selalu marah-marah kepada dirinya sendiri, “mereka yang menghina adikku tidak punya hati. Coba kalau mereka berada di posisi aku sebagai kakak dari orang yang tidak normal, mungkin mereka juga sangat sakit hati mendengar dan melihat adiknya dihina-hina seperti itu. Sama halnya dengan aku. Aku sangat terpukul. Aku benci mereka yang sudah menghina adikku !!”
            Kini usia Yuda sudah 12 tahun, tetapi tetap saja tidak ada perubahan dari dalam dirinya, malahan semakin menambah parah. Pita seakan ingin mencari jalan keluar dari semua masalah yang dihadapinya. Selain ia sering berdo’a kepada Allah agar adiknya dapat hidup secara normal seperti anak seusianya. Yang nantinya dapat bermain di luar bersama teman-temannya, yang dapat sekolah di sekolahan yang normal, hingga mencapai kesuksesannya kelak. Pita juga mencoba untuk mengeluarkan unek-uneknya dengan cara berbicara kepada ayah dan ibunya.
            Pita keluar dari kamarnya, dan melihat ayah serta ibu sedang mengobrol. Pita mengatur nafas agar pembicaraannya dimengerti oleh ayah dan ibunya. Setelah dirasanya tenang, Pita pelan-pelan mulai berbicara kepada mereka.
“Yah, ibu, kenapa tidak pindah rumah saja ke tempat yang lebih cocok untuk anak seperti Yuda. Di lingkungan ini terlalu banyak orang yang tidak memaklumi dengan keadaan Yuda. Banyak tetangga yang tidak suka dengan Yuda. Sakit sekali rasanya ketika anak-anak kecil seusianya menghina-hina Yuda. Mungkin dengan pindah rumah dapat sedikit merubah perilaku Yuda.” ujar Pita sambil menahan air mata yang hendak jatuh.
“Ayah mengerti dengan perasaanmu, Nak. Tetapi pindah rumah itu tidak mudah. Yang terpenting sekarang kamu harus sabar, ini adalah ujian dari Allah.” Jawab ayah.
Pita tidak setuju, mendengar jawaban dari ayahnya yang seperti itu. Sambil menangis Pita pun memutuskan meninggalkan ayah dan ibunya kemudian Pita kembali ke kamarnya.
Dalam dekapan boneka dan air mata yang berjatuhan dari mata Pita, ia berkata “ayah selalu saja begitu. Mengatakan ini adalah ujian, tetapi tidak ada usaha dari ayah untuk keluar dari masalah ini. Bagaimana bisa sembuh bila Yuda terus didiamkan saja tanpa ada terapi untuk penyembuhan Yuda.”
            Dari situlah Pita menyerah dan Pita hanya pasrah kepada Allah. “Biarkan orang-orang di luar sana menghina dengan keadaanmu, dik. Tapi kakak akan terus mendukung kamu, kakak akan menjagamu, menghiburmu, dan menemanimu saat kamu bosan dengan kehidupanmu yang sekarang kamu jalani. Kakak sayang kamu, dik.” :*